Ambon, Datamaluku.com – Anggota Komisi IV DPRD Maluku, Lucky Wattimury mengatakan, mutu pendidikan di Maluku kurang dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia yang tergolong sudah maju.
Rendahnya mutu pendidikan di Kota Ambon, terlihat dari kurangnya sarana dan prasarana, seperti ruang belajar, laboratorium, kurangnya tenaga guru, kesejahteraan guru yang masih rendah, serta rendahnya kualitas pengelolaan manajemen pendidikan.
“Untuk memperbaiki pendidikan di Maluku dengan fokus pada daerah 3T pada hakekatnya kami mendukung. Karena bagaimana pun wajah 3T harus sejalan sebanding dengan pengembangan pendidikan di daerah lainnya di Indonesia.
Namun kalau mau prioritas disana tidak apa-apa, tapi ingat bahwa pendidikan tidak bisa dipetakan-petakan daerah ini penting dan ini tidak penting. Tetapi pendidikan harus diletakan dan dibahas secara komprehensif.
Hanya dengan begitu kita mendapat kualitas SDM yang baik di Maluku,”tutur Wattimury kepada wartawan di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, Senin (03/03/2025).
Sayangnya dalam penanganan permasalahan terjadi, Pemerintah Daerah Maluku terkesan lebih memfokuskan pada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Merespon hal tersebut, Anggota Komisi IV DPRD Maluku, Lucky Wattimury menilai untuk meningkatkan mutu pendidikan, seharusnya tidak hanya difokuskan semata pada daerah 3T, tetapi harus dilihat secara menyeluruh.
Meski begitu hal ini dikarenakan, sekolah yang berada di pusat kota seperti di Kota Ambon, dan Kabupaten Maluku masih banyak yang belum tersentuh, dengan berbagai persoalan yang sangat kompleks. Baik dari sisi keberadaan Guru, kualitas dan kapasitas Guru, infrastruktur pendidikan, baik itu ruang belajar, laboratorium dan lain sebagainya.
Dalam upaya penanganan politisi PDIP ini menyarankan agar perlu dilakukan identifikasi masalah pendidikan secara menyeluruh. Hal ini yang perlu dilakukan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur, Hendrik Lewerissa dan Abdullah Vanath, sehingga program yang dijalankan tersistem selaras dengan permasalahan yang terjadi di setiap daerah.
Apalagi menurutnya, dengan keterbatasan APBD yang hanya Rp.3,3 triliun, dimana 60 persen diantaranya habis pakai untuk biaya belanja birokrasi, termasuk pembayaran hutang pinjaman PT SMI setiap tahun Rp.137 miliar, ditambah efesiensi anggaran yang dilakukan selama tiga tahap. Sudah tentu anggaran untuk pembangunan, secara penyelesaian pendidikan dan lain sebagainya akan semakin minim.
Untuk itu, kata Wattimury perlu dilakukan terobosan atau kebijakan lainnya oleh Gubernur dan Wakil Gubernur, termasuk melobi ke Pemerintah Pusat untuk adanya tambahan biaya.
“Saya usul, beliau dekat dengan Presiden mestinya mengambil langkah dan berbicara dengan Pempus, itu diluar APBD. Entah itu apa namanya anggaran itu, harus kita lakukan seperti itu. Kalau cuma berharap APBD, saya percaya betul, tidak akan pernah menyelesaikan masalah pendidikan di Maluku,”pungkasnya.